Kamis, 31 Juli 2008

profesionalisme keperawatan



Diskusi Era Baru Profesi Keperawatan Perawat Ingin Jadi Mitra Sejajar Dokter
PENGANTAR REDAKSI
SEJALAN perubahan paradigma profesi keperawatan, dari pelayanan yang sifatnya vokasional menuju profesional, Kompas bekerja sama dengan Perhimpunan RS St Carolus, menyelenggarakan diskusi panel terbatas tanggal 26 Mei 2001. Sebagai panelis adalah Achir S Yani Hamid (Ketua Umum PP Persatuan Perawat Nasional Indonesia), M Sulaeman (Direktur Pelayanan Keperawatan Ditjen Pelayanan Medik Depkes), Marius Widjajarta (Ketua Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia), J Guwandi (ahli hukum kesehatan), R Sjamsu Hidajat (Guru Besar Ilmu Bedah FK UI), dan Yos Gustama (Ketua Perhimpunan RS St Carolus). Diskusi dimoderatori Hendrawan Nadesul (dokter dan kolumnis). Laporan diskusi tersebut dimuat di halaman 37, 38, dan 39.
PROFESI keperawatan menggeliat. Hampir dua dekade perawat Indonesia mengkampanyekan perubahan paradigma. Pekerjaan perawat yang semula vokasional hendak digeser menjadi pekerjaan profesional. Perawat yang dulunya berfungsi sebagai perpanjangan tangan dokter, kini berupaya menjadi mitra sejajar dokter sebagaimana para perawat di negara maju. Siapkah pihak lain menerima perubahan paradigma itu? Siapkah para perawat menerima konsekuensi dari perubahan paradigma itu?Wacana tentang perubahan paradigma keperawatan bermula dari Lokakarya Nasional Keperawatan I tahun 1983. Dalam pertemuan itu disepakati bahwa keperawatan adalah pelayanan profesional.
Pelayanan keperawatan didefinisikan sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan yang diberikan kepada masyarakat, keluarga, kelompok khusus, individu, dan sebagainya, pada setiap tingkat, sepanjang siklus kehidupan pasien.
Mengikuti perkembangan keperawatan dunia, para perawat menginginkan perubahan mendasar dalam kegiatan profesinya. Kalau tadinya hanya membantu pelaksanaan tugas dokter, menjadi bagian dari upaya mencapai tujuan asuhan medis, kini mereka menginginkan pelayanan keperawatan mandiri sebagai upaya mencapai tujuan asuhan keperawatan.
Jika dulu hanya menjalankan perintah dokter, sekarang ingin diberi wewenang memutuskan berdasarkan ilmu keperawatan dan bekerja sama dengan dokter untuk menetapkan apa yang terbaik bagi pasien.
Keluarnya Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, UU No 2/1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional serta Surat Keputusan Menteri Kesehatan No 647/2000 tentang registrasi dan praktik keperawatan lebih mengukuhkannya sebagai profesi di Indonesia.
***
TUNTUTAN perubahan paradigma ini tentu mengubah sebagian besar bentuk hubungan perawat dengan manajemen organisasi tempat kerja (rumah sakit, puskesmas), dokter, serta pasien. Jika praktik keperawatan dilihat sebagai praktik profesi, maka harus ada otoritas atau kewenangan. Ada kejelasan batasan, siapa melakukan apa. Karena diberi kewenangan maka perawat bisa digugat, perawat harus bertanggung jawab terhadap tiap keputusan dan tindakan yang dilakukan.
Perawat harus diberi kesempatan untuk mengambil keputusan secara mandiri didukung oleh pengetahuan dan pengalaman di bidang keperawatan. Namun demikian, tidak ada satu pun masalah kesehatan yang hanya diatasi dengan salah satu disiplin ilmu, karenanya kerja sama dengan pelbagai profesi lain tetap sangat penting.
Peran lain perawat adalah melakukan advokasi, membela kepentingan pasien. Saat ini keputusan pasien dipulangkan sangat tergantung kepada putusan dokter. Dengan keunikan pelayanan keperawatan, perawat berada dalam posisi untuk bisa menyatakan kapan pasien bisa pulang atau kapan pasien harus tetap tinggal. Perawat juga berperan memberikan informasi sejelas-jelasnya bagi pasien.
Untuk bisa bekerja secara profesional diperlukan sarana dan prasarana kerja yang memadai. Perlu iklim kerja yang kondusif dengan budaya organisasi yang mendukung dalam berinteraksi dengan tenaga kesehatan lain serta budaya organisasi yang memfasilitasi kerja sama dengan pasien.
Struktur organisasi hendaknya bisa memfasilitasi kewenangan bagi perawat dalam membuat keputusan. Untuk bisa bekerja secara tenang dan maksimal, diperlukan proteksi terhadap risiko kerja dan tindak kekerasan.
***
KONSEKUENSI dari perkembangan itu harus ada jenjang karier dan pengembangan staf yang tertata baik, imbalan jasa, insentif serta sistem penghargaan yang sesuai dan memadai.
Rendahnya imbalan jasa bagi perawat selama ini mempengaruhi kinerja perawat. Banyak perawat bergaji di bawah upah minimum regional (UMR). Sebagai gambaran, gaji perawat pemerintah di Indonesia antara Rp 300.000-Rp 1 juta per bulan tergantung golongan. Sementara perawat di Filipina tak kurang dari Rp 3,5 juta.
Bagaimana mau maksimal jika pagi bekerja di rumah sakit pemerintah, sore bekerja di rumah sakit swasta agar penghasilan bisa cukup untuk hidup. Sejak berangkat dari rumah, perawat sudah dipusingkan dengan uang bayaran sekolah anak. Saat berangkat kerja, harus menempuh perjalanan jauh dengan berebutan dan berdesakan di kendaraan umum. Hal ini membuat perawat sering kali menjadi tidak sabar dan tidak berkonsentrasi dalam bekerja.
Jika dibandingkan dengan penghasilan dokter secara umum, penghasilan perawat ibarat bumi dan langit. Di beberapa daerah ada perawat honorer yang hanya mendapat imbalan Rp 35.000-Rp 50.000 per bulan. Mereka bekerja sebagai perawat hanya untuk pengabdian atau demi status. Bahkan sebagian menggantungkan hidup dari menyadap karet atau bertani.
Oleh karena itu, isu hangat di pelbagai pertemuan keperawatan baik regional maupun nasional adalah isu tentang jasa keperawatan. Hal ini merupakan kebutuhan mendesak, karena dapat menimbulkan dampak serius, seperti penurunan mutu pelayanan, meningkatnya keluhan konsumen, ungkapan ketidakpuasan perawat lewat unjuk rasa dan sebagainya.
Isu ini jika tidak ditanggapi dengan benar dan proporsional dikhawatirkan dapat menghambat upaya melindungi kepentingan pasien dan masyarakat yang membutuhkan jasa pelayanan kesehatan, menghambat perkembangan rumah sakit serta menghambat upaya pengembangan dari keperawatan sebagai profesi. Hal ini juga terkait dengan kesiapan Indonesia menghadapi AFTA 2003.
Pengaturan sistem penghargaan kepada perawat di Indonesia diharapkan memperhatikan besarnya upaya dan bobot kerja yang disumbangkan oleh perawat dalam melaksanakan pelayanan atau asuhan keperawatan yang profesional.
***
MASALAHNYA, para dokter dan direktur rumah sakit banyak yang belum memahami apa yang disebut pelayanan keperawatan profesional. Sosialisasi tentang hal itu belum memadai, terutama di daerah. Maka perubahan paradigma itu harus lebih disosialisasikan, khususnya kepada para dokter sebagai mitra kerja. Untuk meyakinkan para dokter dan konsumen, kata seorang panelis, perlu penelitian untuk membuktikan bahwa hasil pelayanan keperawatan profesional jauh lebih baik daripada pelayanan keperawatan sebelumnya.
Dalam hal persiapan peraturan, Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) menyatakan sudah menyelesaikan konsep lingkup praktik keperawatan, standar praktik keperawatan, serta standar kompetensi tiap kategori keperawatan. Rancangan Undang-Undang Keperawatan juga sudah selesai, tinggal dibahas di tingkat departemen kemudian diteruskan ke DPR.
Dalam waktu dekat hendak dilakukan uji coba model-model praktik keperawatan profesional. Sejauh ini sudah diidentifikasi bentuk-bentuk praktik keperawatan mandiri, seperti praktik di rumah sakit, kunjungan rumah (home care), lembaga/rumah perawatan (nursing home), praktik berkelompok serta praktik individu.
Diakui, pengaturan tenaga keperawatan di Indonesia saat ini belum terintegrasi sejak dari perencanaan, pengadaan sampai pemanfaatan. Karena itu para pihak-pemerintah, PPNI, Ikatan Dokter Indonesia (IDI), asosiasi rumah sakit, serta perwakilan konsumen-perlu duduk bersama membahas hal ini.
Selain itu, PPNI harus duduk bersama IDI untuk pembinaan kemitraan seawal mungkin dan memilah dari daftar tindakan medik yang selama ini dilimpahkan dokter ke perawat. Dalam kondisi di mana dokter tidak ada, tindakan medik apa yang bisa dilimpahkan secara penuh, sehingga perawat bisa mengklaim jasa keperawatannya. Sebagaimana bidan yang mendapat pelimpahan secara penuh untuk menolong persalinan normal dari dokter ahli kandungan dan kebidanan.
***
DI luar masalah jasa keperawatan dan soal menjalin kerja sama kemitraan dengan dokter, perawat perlu mengantisipasi konsekuensi perubahan dari vokasional menjadi profesional.
Status yuridis seiring perubahan perawat dari perpanjangan tangan dokter menjadi mitra dokter sangat kompleks. Penanganan pasien di rumah sakit akan ditangani dua profesi di samping tenaga kesehatan lain. Tanggung jawab hukum akan terpisah untuk masing-masing kesalahan atau kelalaian. Yaitu, malpraktik medis, dan malpraktik keperawatan. Untuk mengantisipasi, di luar negeri saat ini sudah ada asuransi untuk malpraktik keperawatan, selain asuransi untuk malpraktik kedokteran.
Pemberian kewenangan untuk memutuskan bentuk perawatan bagi pasien maupun pembagian tanggung jawab dengan dokter dalam melakukan tindakan, membuahkan konsekuensi hukum. Perawat kini bisa digugat. Pelbagai kasus pengadilan di luar negeri menunjukkan, perawat profesional mengalami tuntutan hukum akibat kelalaian atau malpraktik dalam melakukan pekerjaan.
Kesalahan perawat yang mungkin bisa terjadi adalah salah obat, salah dosis, salah konsentrasi, salah baca label, salah pasien, atau yang fatal salah transfusi. Contoh di luar negeri adalah tertinggalnya peralatan bedah dalam perut pasien. Saat ini di Indonesia kelalaian itu masih menjadi tanggung jawab dokter. Tetapi, nanti jika perawat kamar bedah sudah profesional seperti di negara maju, hal itu menjadi tanggung jawab perawat.
Perawat profesional akan berhadapan dengan beberapa bentuk sanksi hukum. Dari hukum pidana, hukum perdata, hukum perburuhan (berkaitan dengan tempat kerja), hukum kedokteran sampai masalah etika dan disiplin profesi.
Perawat perlu mempunyai hukum keperawatan yang terkait dengan hukum kedokteran dan hukum kerumahsakitan. Hal-hal ini harus diajarkan pada pendidikan perawat sejak level yang paling rendah (kini D3 Keperawatan yang akan menjadi perawat profesional pemula).
Perlu ada kejelasan dari pemerintah maupun para pihak terkait mengenai tanggung jawab hukum dari perawat, dokter maupun rumah sakit. Sejauh ini belum ada peraturan pemerintah (PP) yang mengatur.
UU No 23/1992 tidak mengatur. Dari 29 PP yang diperlukan untuk pelaksanaan, baru disusun empat PP. Itu pun bukan tentang standar profesi, perlindungan hak pasien dan ganti rugi akibat kesalahan pelayanan yang dilakukan tenaga kesehatan.
Pengaturan yang ada hanya berupa Surat Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Medik serta Keputusan Menteri Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial. Padahal, menurut peraturan seharusnya PP dulu baru Kepmenkes dan SK Dirjen. Demikian juga pengaturan tentang hak dan kewajiban perawat. Surat Keputusan Dirjen Yanmed hanya mengatur perawat di rumah sakit, sedang pengaturan perawat secara umum belum ada.
Untuk itu organisasi profesi perawat harus berbenah dan memperluas struktur organisasi agar dapat menampung semua perubahan, misalnya ada sekretaris jenderal yang bekerja purnawaktu. (Atika Walujani M)
Diskusi Era Baru Profesi Keperawatan Perawat Ingin Jadi Mitra Sejajar Dokter
Kompas/agus susanto
Top of Form
Bottom of FormPENGANTAR REDAKSI
SEJALAN perubahan paradigma profesi keperawatan, dari pelayanan yang sifatnya vokasional menuju profesional, Kompas bekerja sama dengan Perhimpunan RS St Carolus, menyelenggarakan diskusi panel terbatas tanggal 26 Mei 2001. Sebagai panelis adalah Achir S Yani Hamid (Ketua Umum PP Persatuan Perawat Nasional Indonesia), M Sulaeman (Direktur Pelayanan Keperawatan Ditjen Pelayanan Medik Depkes), Marius Widjajarta (Ketua Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia), J Guwandi (ahli hukum kesehatan), R Sjamsu Hidajat (Guru Besar Ilmu Bedah FK UI), dan Yos Gustama (Ketua Perhimpunan RS St Carolus). Diskusi dimoderatori Hendrawan Nadesul (dokter dan kolumnis). Laporan diskusi tersebut dimuat di halaman 37, 38, dan 39.
PROFESI keperawatan menggeliat. Hampir dua dekade perawat Indonesia mengkampanyekan perubahan paradigma. Pekerjaan perawat yang semula vokasional hendak digeser menjadi pekerjaan profesional. Perawat yang dulunya berfungsi sebagai perpanjangan tangan dokter, kini berupaya menjadi mitra sejajar dokter sebagaimana para perawat di negara maju. Siapkah pihak lain menerima perubahan paradigma itu? Siapkah para perawat menerima konsekuensi dari perubahan paradigma itu?Wacana tentang perubahan paradigma keperawatan bermula dari Lokakarya Nasional Keperawatan I tahun 1983. Dalam pertemuan itu disepakati bahwa keperawatan adalah pelayanan profesional.
Pelayanan keperawatan didefinisikan sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan yang diberikan kepada masyarakat, keluarga, kelompok khusus, individu, dan sebagainya, pada setiap tingkat, sepanjang siklus kehidupan pasien.
Mengikuti perkembangan keperawatan dunia, para perawat menginginkan perubahan mendasar dalam kegiatan profesinya. Kalau tadinya hanya membantu pelaksanaan tugas dokter, menjadi bagian dari upaya mencapai tujuan asuhan medis, kini mereka menginginkan pelayanan keperawatan mandiri sebagai upaya mencapai tujuan asuhan keperawatan.
Jika dulu hanya menjalankan perintah dokter, sekarang ingin diberi wewenang memutuskan berdasarkan ilmu keperawatan dan bekerja sama dengan dokter untuk menetapkan apa yang terbaik bagi pasien.
Keluarnya Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, UU No 2/1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional serta Surat Keputusan Menteri Kesehatan No 647/2000 tentang registrasi dan praktik keperawatan lebih mengukuhkannya sebagai profesi di Indonesia.
***
TUNTUTAN perubahan paradigma ini tentu mengubah sebagian besar bentuk hubungan perawat dengan manajemen organisasi tempat kerja (rumah sakit, puskesmas), dokter, serta pasien. Jika praktik keperawatan dilihat sebagai praktik profesi, maka harus ada otoritas atau kewenangan. Ada kejelasan batasan, siapa melakukan apa. Karena diberi kewenangan maka perawat bisa digugat, perawat harus bertanggung jawab terhadap tiap keputusan dan tindakan yang dilakukan.
Perawat harus diberi kesempatan untuk mengambil keputusan secara mandiri didukung oleh pengetahuan dan pengalaman di bidang keperawatan. Namun demikian, tidak ada satu pun masalah kesehatan yang hanya diatasi dengan salah satu disiplin ilmu, karenanya kerja sama dengan pelbagai profesi lain tetap sangat penting.
Peran lain perawat adalah melakukan advokasi, membela kepentingan pasien. Saat ini keputusan pasien dipulangkan sangat tergantung kepada putusan dokter. Dengan keunikan pelayanan keperawatan, perawat berada dalam posisi untuk bisa menyatakan kapan pasien bisa pulang atau kapan pasien harus tetap tinggal. Perawat juga berperan memberikan informasi sejelas-jelasnya bagi pasien.
Untuk bisa bekerja secara profesional diperlukan sarana dan prasarana kerja yang memadai. Perlu iklim kerja yang kondusif dengan budaya organisasi yang mendukung dalam berinteraksi dengan tenaga kesehatan lain serta budaya organisasi yang memfasilitasi kerja sama dengan pasien.
Struktur organisasi hendaknya bisa memfasilitasi kewenangan bagi perawat dalam membuat keputusan. Untuk bisa bekerja secara tenang dan maksimal, diperlukan proteksi terhadap risiko kerja dan tindak kekerasan.
***
KONSEKUENSI dari perkembangan itu harus ada jenjang karier dan pengembangan staf yang tertata baik, imbalan jasa, insentif serta sistem penghargaan yang sesuai dan memadai.
Rendahnya imbalan jasa bagi perawat selama ini mempengaruhi kinerja perawat. Banyak perawat bergaji di bawah upah minimum regional (UMR). Sebagai gambaran, gaji perawat pemerintah di Indonesia antara Rp 300.000-Rp 1 juta per bulan tergantung golongan. Sementara perawat di Filipina tak kurang dari Rp 3,5 juta.
Bagaimana mau maksimal jika pagi bekerja di rumah sakit pemerintah, sore bekerja di rumah sakit swasta agar penghasilan bisa cukup untuk hidup. Sejak berangkat dari rumah, perawat sudah dipusingkan dengan uang bayaran sekolah anak. Saat berangkat kerja, harus menempuh perjalanan jauh dengan berebutan dan berdesakan di kendaraan umum. Hal ini membuat perawat sering kali menjadi tidak sabar dan tidak berkonsentrasi dalam bekerja.
Jika dibandingkan dengan penghasilan dokter secara umum, penghasilan perawat ibarat bumi dan langit. Di beberapa daerah ada perawat honorer yang hanya mendapat imbalan Rp 35.000-Rp 50.000 per bulan. Mereka bekerja sebagai perawat hanya untuk pengabdian atau demi status. Bahkan sebagian menggantungkan hidup dari menyadap karet atau bertani.
Oleh karena itu, isu hangat di pelbagai pertemuan keperawatan baik regional maupun nasional adalah isu tentang jasa keperawatan. Hal ini merupakan kebutuhan mendesak, karena dapat menimbulkan dampak serius, seperti penurunan mutu pelayanan, meningkatnya keluhan konsumen, ungkapan ketidakpuasan perawat lewat unjuk rasa dan sebagainya.
Isu ini jika tidak ditanggapi dengan benar dan proporsional dikhawatirkan dapat menghambat upaya melindungi kepentingan pasien dan masyarakat yang membutuhkan jasa pelayanan kesehatan, menghambat perkembangan rumah sakit serta menghambat upaya pengembangan dari keperawatan sebagai profesi. Hal ini juga terkait dengan kesiapan Indonesia menghadapi AFTA 2003.
Pengaturan sistem penghargaan kepada perawat di Indonesia diharapkan memperhatikan besarnya upaya dan bobot kerja yang disumbangkan oleh perawat dalam melaksanakan pelayanan atau asuhan keperawatan yang profesional.
***
MASALAHNYA, para dokter dan direktur rumah sakit banyak yang belum memahami apa yang disebut pelayanan keperawatan profesional. Sosialisasi tentang hal itu belum memadai, terutama di daerah. Maka perubahan paradigma itu harus lebih disosialisasikan, khususnya kepada para dokter sebagai mitra kerja. Untuk meyakinkan para dokter dan konsumen, kata seorang panelis, perlu penelitian untuk membuktikan bahwa hasil pelayanan keperawatan profesional jauh lebih baik daripada pelayanan keperawatan sebelumnya.
Dalam hal persiapan peraturan, Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) menyatakan sudah menyelesaikan konsep lingkup praktik keperawatan, standar praktik keperawatan, serta standar kompetensi tiap kategori keperawatan. Rancangan Undang-Undang Keperawatan juga sudah selesai, tinggal dibahas di tingkat departemen kemudian diteruskan ke DPR.
Dalam waktu dekat hendak dilakukan uji coba model-model praktik keperawatan profesional. Sejauh ini sudah diidentifikasi bentuk-bentuk praktik keperawatan mandiri, seperti praktik di rumah sakit, kunjungan rumah (home care), lembaga/rumah perawatan (nursing home), praktik berkelompok serta praktik individu.
Diakui, pengaturan tenaga keperawatan di Indonesia saat ini belum terintegrasi sejak dari perencanaan, pengadaan sampai pemanfaatan. Karena itu para pihak-pemerintah, PPNI, Ikatan Dokter Indonesia (IDI), asosiasi rumah sakit, serta perwakilan konsumen-perlu duduk bersama membahas hal ini.
Selain itu, PPNI harus duduk bersama IDI untuk pembinaan kemitraan seawal mungkin dan memilah dari daftar tindakan medik yang selama ini dilimpahkan dokter ke perawat. Dalam kondisi di mana dokter tidak ada, tindakan medik apa yang bisa dilimpahkan secara penuh, sehingga perawat bisa mengklaim jasa keperawatannya. Sebagaimana bidan yang mendapat pelimpahan secara penuh untuk menolong persalinan normal dari dokter ahli kandungan dan kebidanan.
***
DI luar masalah jasa keperawatan dan soal menjalin kerja sama kemitraan dengan dokter, perawat perlu mengantisipasi konsekuensi perubahan dari vokasional menjadi profesional.
Status yuridis seiring perubahan perawat dari perpanjangan tangan dokter menjadi mitra dokter sangat kompleks. Penanganan pasien di rumah sakit akan ditangani dua profesi di samping tenaga kesehatan lain. Tanggung jawab hukum akan terpisah untuk masing-masing kesalahan atau kelalaian. Yaitu, malpraktik medis, dan malpraktik keperawatan. Untuk mengantisipasi, di luar negeri saat ini sudah ada asuransi untuk malpraktik keperawatan, selain asuransi untuk malpraktik kedokteran.
Pemberian kewenangan untuk memutuskan bentuk perawatan bagi pasien maupun pembagian tanggung jawab dengan dokter dalam melakukan tindakan, membuahkan konsekuensi hukum. Perawat kini bisa digugat. Pelbagai kasus pengadilan di luar negeri menunjukkan, perawat profesional mengalami tuntutan hukum akibat kelalaian atau malpraktik dalam melakukan pekerjaan.
Kesalahan perawat yang mungkin bisa terjadi adalah salah obat, salah dosis, salah konsentrasi, salah baca label, salah pasien, atau yang fatal salah transfusi. Contoh di luar negeri adalah tertinggalnya peralatan bedah dalam perut pasien. Saat ini di Indonesia kelalaian itu masih menjadi tanggung jawab dokter. Tetapi, nanti jika perawat kamar bedah sudah profesional seperti di negara maju, hal itu menjadi tanggung jawab perawat.
Perawat profesional akan berhadapan dengan beberapa bentuk sanksi hukum. Dari hukum pidana, hukum perdata, hukum perburuhan (berkaitan dengan tempat kerja), hukum kedokteran sampai masalah etika dan disiplin profesi.
Perawat perlu mempunyai hukum keperawatan yang terkait dengan hukum kedokteran dan hukum kerumahsakitan. Hal-hal ini harus diajarkan pada pendidikan perawat sejak level yang paling rendah (kini D3 Keperawatan yang akan menjadi perawat profesional pemula).
Perlu ada kejelasan dari pemerintah maupun para pihak terkait mengenai tanggung jawab hukum dari perawat, dokter maupun rumah sakit. Sejauh ini belum ada peraturan pemerintah (PP) yang mengatur.
UU No 23/1992 tidak mengatur. Dari 29 PP yang diperlukan untuk pelaksanaan, baru disusun empat PP. Itu pun bukan tentang standar profesi, perlindungan hak pasien dan ganti rugi akibat kesalahan pelayanan yang dilakukan tenaga kesehatan.
Pengaturan yang ada hanya berupa Surat Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Medik serta Keputusan Menteri Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial. Padahal, menurut peraturan seharusnya PP dulu baru Kepmenkes dan SK Dirjen. Demikian juga pengaturan tentang hak dan kewajiban perawat. Surat Keputusan Dirjen Yanmed hanya mengatur perawat di rumah sakit, sedang pengaturan perawat secara umum belum ada.
Untuk itu organisasi profesi perawat harus berbenah dan memperluas struktur organisasi agar dapat menampung semua perubahan, misalnya ada sekretaris jenderal yang bekerja purnawaktu. (Atika Walujani M)
STUDI BENCHMARKING ASUHAN KEPERAWATAN DI RUANG RAWAT INAP VIP RSUD KABUPATEN BIMA DENGAN RSUD KABUPATEN GRESIK
Oleh: Dramawan, Awan Email: library@lib.unair.ac.id; libunair@indo.net.ac.id;Post Graduate Airlangga UniversityDibuat: 2004-06-01
Keywords: Nursing care model, hospital nursing care, Benchmarking, Nurses performanceSubject: NURSING CARE ; EMPLOYEE PERFORMANCE APPRAISALCall Number: KKC KK TKA 52/03 Dra u
Analisis faktor individu dan faktor organisasi pelaksanaan asuhan keperawatan, di ruang rawat inap VIP RSUD Kab.Bima. dengan studi benchmarking di RSUD Kab.Gresik, hasil akhir menyusun model asuhan keperawatan untuk perawat di RSUD Kab.Bima.Penelitian ini studi Bencmarking, hasil analisis kegiatan dilapangan dan landasan teori, hasilnya diharapkan diperoleh desain standar asuhan keperawatan rumah sakit, pada akhirnya didapatkan model asuhan keperawatan rumah sakit untuk perawat RSUD Kab.Bima. Unit analisis adalah perawat di ruang rawat inap VIP di RSUD Kab.Bima. 11 perawat, dan RSUD Kabupaten Gresik 7 perawat.Hasil penelitian di ruang rawat inap VIP menunjukkan bahwa 1. Faktor Individu, yaitu: a) Kemampuan perawat di RSUD Kabupaten Gresik lebih baik (3,63), dari perawat di RSUD Kab.Bima (3,41), terutarna keterampilan pelaksanaan asuhan keperawatan. b) Motivasi kebutuhan akan prestasi perawat di RSUD Kab.Gresik lebih baik (2,89), dari perawat di RSUD Kab.Bima (2,59), terutama menyukai situasi penting dan tanggung jawab tinggi, dan mempunyai hasrat menyelesaikan pekerjaan dengan baik. Motivasi kebutuhan akan kekuasaan perawat di RSUD Kab. Gresik lebih baik (2,57), dari perawat di RSUD Kab.Bima (1,95), terutama menyukai pekerjaan bila ditempatkan di situasi kompetitif yang tinggi dengan teman sekerja. Motivasi kebutuhan akan afiliasi di RSUD Kab.Bima lebih baik (3,29), dari perawat di RSUD Kab.Gresik (2,85), terutama bekerja dengan biaya sekecil keclinya tanpa. konsekuensi. c) Etos kerja perawat di RSUD Kab. Gresik lebih baik (3,03), dari perawat di RSUD Kab.Bima (2,88), terutama. menyukai pekerjaan profesi perawat. 2. Untuk faktor Organisasi, yaitu: a) Kebijakan di RSUD Kab.Gresik lebih baik (3), dari pada di RSUD Kab.Bima (1,55), terutama kebijakan kepala badan untuk SK SOP, bukti tertulis pedoman yang mengatur hak dan kewajiban klien, hak dan kewajiban perawat, dan catatan ketentuan tertulis mengatur berlakunya etika profesi. b) Kewenangan dan tanggung jawab di RSUD Kab. Gresik lebih baik (3,37), dari pada di RSUD Kab.Bima (2,06), baik secara keseluruhan. c) Sistem imbalan pada perawat di RSUD Kab. Gresik lebih baik (3,25), dari pada di RSUD Kab.Bima. (2,87), baik secara keseluruhan. d) Pengembangan karier perawat di RSUD Kab.Gresik lebih baik (2,69), dari pada di RSUD Kab.Bima (1,75), terutama catatan perawat mengikuti pendidikan dan pelatihan di luar rumah sakit. e) Evaluasi dan Pengendalian pada perawat di RSUD Kab. Gresik lebih baik (3,05) dari pada perawat di RSUD Kab. Bima (2,5), terutama pembentukan tim evaluasi dan pengendalian, instrumen evaluasi, dan instrumen evaluasi dan hasil. 3. Model Asuhan keperawatan di RSUD Kab. Gresik model kasus 100 %, perawat di RSUD Kab. Bima model kasus 63,6 % dan model fungsional 36,4 %. 4. Pelaksanaan asuhan keperawatan, dari evaluasi dokumentasi proses keperawatan dalam penerapan asuhan keperawatan, di RSUD Kab.Gresik menilai lebih tinggi 100 %, sedangkan perawat di RSUD Kab.Bima menilai baik sebanyak 81,81 %, dan menilai sedang sebanyak 18,19 %.Kesimpulan; 1. Faktor Individu dalam pelaksanaan asuhan keperawatan, kualitas perawat di ruang rawat inap VIP RSUD Kab.Gresik lebih baik dari RSUD Kab.Bima, karena perawat di RSUD Kab.Gresik semua lulusan D3 Keperawatan, untuk kemampuan keterampilan asuhan keperawatan lebih baik, termasuk motivasi kebutuhan akan prestasi dan kebutuhan akan kekuasaan. 2 Faktor Organisasi dalam asuhan keperawatan, bahwa di RSUD kabupaten Gresik lebih baik dari RSUD Kabupaten Bima, terutama memiliki surat keputusan dibuat kepala badan, untuk kebijakan, kelengkapan dokumen dan laporan serta catatan kewenangan dan tanggung jawab, ada kebebasan dalam mengambil keputusan diberlakukan untuk perawat sebagal imbalan intrinsik, catatan pelatihan dan pendidikan bagi perawat dijadwalkan baik untuk penyelenggaraan di dalam dan di luar rumah sakit, serta di setiap jenjang struktural keperawatan diselenggarakan evaluasi dan pengendalian. Semua mengenai faktor organisasi tertuang dalam buku pedoman pelaksanaan asuhan keperawatan, dengan surat keputusan kepala badan RSUD Kab.Gresik. 3. Model Asuhan Keperawatan dengan model kasus untuk asuhan keperawatan di RSUD Kab.Gresik lebih baik dari RSUD Kab.Bima menerapkan model kasus dan model fungsional, karena di RSUD Kabupaten Gresik semua lulusan D3 Keperawatan, sehingga faham dan mengimplementasikan model asuhan keperawatan dan memutuskan menggunakan model kasus.Saran saran: 1. Kepada Penentu kebijakan di RSUD Kab.Bima, adalah a) Mengusulkan meningkatkan kualitas tenaga keperawatan di ruang rawat inap VIP RSUD Kab.Bima, yaitu training atau magang pelaksanaan asuhan keperawatan untuk keterampilan asuhan keperawatan perawat SPK, perawat D3 pelatihan pengembangan diri untuk motivasi dan etos kerja. b) Mengusulkan kepada direktur RSUD Kab.Bima dan pengelola keperawatan menyusun pedoman pelaksanaan asuhan keperawatan, yaitu kebijakan, kewenangan dan tanggung jawab, sistem imbalan, pengembangan karir, serta evaluasi dan pengendalian, dengan SK direktur rumah sakit. c) Mengusulkan model kasus asuhan keperawatan, bagi kepala ruangan atau pengelola keperawatan di RSUD Kab.Bima, dalam penerapkan di ruang rawat inap VIP. 2. Peneliti lain, perlu penelitian faktor lain mempengaruhi kinerja perawat, dan ratio kebutuhan tenaga keperawatan, serta efektifitan dan efisiensi asuhan keperawatan.

Nursing

keperawatan merupakan suatu profesi yang sangat komplek yaitu profesi yang memberikan langsung asuhan keperawatan secara holistic (bio,psiko,spiritual dan sosial). maka dengan adanya blog ini menyajikan pemecahan permasalahan keperawatan, dengan segudang permasalahan. ilmu-ilmu keperawatan yang upto date., bagaimana penetuan prioritas diagnostic keperawatan, isu-isu keperawatan,membedakan jobdiskripsi perawat dan dokter, bagaimana menjadi partner profesi dokter dengan perawat. dan se abrek permasalah perawat. dan semoga blog ini dapat membantu anda.